Jumat, 17 Agustus 2007

Nano teknologi :MAKIN KECIL MAKIN BERACUN

Salah satu material masa depan yang banyak dibahas adalah nano, suatu partikel partikel berukuran kurang dari 100 nm. Prospek penggunaannya amat luas dari bidang elektronika hingga kedokteran.

Namun, orang sering lupa membahas bahaya dibalik manfaat yang besar tersimpan potensi lain yang bisa membahayakan kehidupan manusia.

Salah satunya adalah fullerene (C60), partikel nano yag bersifat hydrophobic (tidak larut dalam air). Akan tetapi, tanpa perlakuan apapun, partikel ini ternyata dapat membentuk koloid stabil dalam air. Beberapa studi toksikologi menunjukkan bahwa senyawa fullerene yang larut dalam air mampu merusak fungsi ginjal hewan percobaan pada dosis rendah.

Temuan diatas yang diantaranya dipublikasikan oleh professor Vicki L Colvin (Rice University, AS), mengindikasikan bahwa hadirnya sebuah teknologi baru dengan terobosan-terobosan penting, akan berdampak pula pada lingkungan dan manusia. Salah satu kajian mutakhir yang disusun para ilmuan Inggris disponsori oleh The Royal Scociety and The Royal Academy of Engineering juga mengungkap hal serupa. Bahwa teknologi nano selain bermanfaat besar, juga berpotensi berisiko terhadap kesehatan meski belum semuanya jelas.

Memang sampai saat ini produksi partikel nano hasil rekayasa manusia diperkirakan tidak lebih dari 1 ton. Namun, perubahan karakteristik dan sifat material tersebut perlu diwaspadai karena dimensi dan ukurannya yang amat kecil. Partikel nano alami juga ada. Di pedalaman, abu vulkanik, uap air laut maupun asap kebakaran hutan mengandung partikel-partikel nano alami. Di perkotaan, lebih didominasi partikel nano antropogenik (buatan manusia) baik berupa produk samping, seperti hasil pembakaran kendaraan bermotor sampai hasil rekayasa dalam bentuk tabung nano karbon, katalis logam, partikel titanium oksida (TiO2) pada bedak tabir surya maupun besi oksida (Fe2O3) pada pemerah bibir.

Yang menarik, ternyata perubahan dramatis ukuran partikel nano (alami ataupun hasil rekayasa manusia) diikuti pula dengan peningkatan sifat toksisitas partikel tersebut, meskipun sifat dasar material itu bukan bahan beracun. Ada beberapa factor yang menentukan hubungan itu. Pertama, total luas permukaan partikel yang bertambah besar akibat makin kecilnya ukuran partikel. Dengan meningkatnya jumlah partikel di permukaan maka reaktivitas partikel itu pun meningkat, karena reaksi dengan senyawa atau material lain umumnya berawal di permukaan partikel. Hal itu berarti pula kemampuan partikel untuk melepas radikal bebas juga bertambah. Kedua, dengan makin kecilnya dimensi fisika partikel, makin besar peluang partikel itu terpenetrasi dalam organ atau sel tubuh sehingga menyulitkan proses pembuangannya.

Bukan factor kritis
Sebenarnya kecilnya ukuran bukanlah factor kritis dari toksiksitas partikel nano. Tingkat toksik bergantung pada jumlah penyerapan (dosis) kedalam tubuh, selain juga factor paparan (exposure). Makin banyak atau makin sering seseorang berinteraksi dengan partikel nano, makin besar resiko keracunan.

Sampai saat ini diperkirakan paparan melalui kulit termasuk paling besar resikonya. Paparan ini umumnya terjadi melalui penggunaan kosmetik seperti bedak tabir surya dan lipstick. Partikel titanium oksida sebagai bahan tabir surya, bersifat foto aktif. Jika partikel ini mampu menembus kulit maka partikel ini berpotensi menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak DNA.

Meskipun begitu, sebuah studi menunjukkan bahwa titanium dioksida tidak bisa menembus kulit ari. Dengan demikian, menurut Komisi Ilmiah Kosmetik dan Makanan di Eropa, titanium dioksida aman digunakan sebagai tabir surya. Gerbang lain masuknya partikel nano kedalam tubuh manusia adalah pernapasan. Pertikel-pertikel asing yang menuju saluran pernapasan ditahan masuk lebih jauh ke paru-paru melalui pengendapan di dinding saluran pernapasan dan dibuang ke daerah tenggorokan melalui pergerakan ritmis mikroskopik.

Jika partikel asing itu luput dan mencapai jaringan pertukaran gas, maka sel-sel akan menyelimuti partikel tersebut. Sel-sel akan memindahkan partikel asing itu ke limpa. Mekanisme ini melindungi tubuh dan menetralisir racunnya. Akan tetapi, sebuah studi menunjukkan bahwa partikel nano berbentuk serat (panjang partikel lebih dari 3 kali diameter) sulit diselimuti oleh sel-sel makrofage. Jika terjadi kelebihan dosis maka dapat merusak dan menghancurkan jaringan paru, seperti dampak bakteri pneumonia atau penyakit paru-paru industri karena asbes.

Rute paparan lain yang mungkin adalah melalui pencernaan dan injeksi dalam aplikasi pengobatan. Tapi belum banyak studi yang mengungkapnya. Pemahaman dampak lingkungan partikel nano pada tahap yang dini menjadi penting karena sudah ada litbang teknologi nano di beberapa universitas dan lembaga penelitian, selain potensi masuknya produk-produk teknologi tinggi bermuatan partikel nano.

Tidak ada komentar: